Refleksi 5 Tahun Formasi: Membangun Hubungan Sosial, Menguatkan Nafas Perjuangan

Lima Tahun Forum Mahasiswa Gedangsari - Formasi

Meskipun saya sangat mencintai ibu saya, mungkin dahulu saya termasuk orang yang kurang peduli dengan Hari Ibu. Namun, semua itu tiba-tiba berubah setelah 22 Desember 2019, tanggal berdirinya Forum Mahasiswa Gedangsari (FORMASI), yang secara kebetulan bertepatan dengan Hari Ibu. Setelah tanggal tersebut, setiap kali FORMASI memperingati hari jadinya, saya selalu ingat untuk mengenang Hari Ibu dan semakin mencintai ibu saya. Dalam kondisi seperti itu, saya kemudian bertanya, apa pelajaran berharga dari kejadian ini?

Jadi, alih-alih menyajikan tulisan yang serius dan ilmiah, tulisan ini mencoba dikemas secara santai dan reflektif. Melalui tulisan ini, saya ingin fokus pada dimensi psikososial organisasi dengan menggunakan inspirasi dari Robert Waldinger. Waldinger adalah Direktur Harvard Study of Adult Development. Karya-karyanya banyak sekali, dan salah satu yang menginspirasi saya adalah presentasinya di TED yang berjudul "What makes a good life? Lessons from the longest study on happiness".

Dalam presentasinya, Waldinger memaparkan salah satu penelitiannya yang menarik. Penelitian tersebut dilakukan selama 75 tahun dengan mempelajari manusia sejak masa kanak-kanak hingga usia lanjut. Pertanyaan penting yang ingin dijawab adalah mengapa manusia bisa hidup bahagia dan sehat hingga usia lanjut? Menariknya, jawabannya bukanlah karena kekayaan atau ketenaran seperti yang sering dibayangkan oleh generasi muda hari ini. Akan tetapi, jawabannya adalah karena hubungan sosial yang baik. Hubungan tersebut bisa dengan keluarga, teman, organisasi, maupun masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, saya ingin mengemukakan bahwa mungkin salah satu faktor kunci dalam sebuah organisasi adalah terbangunnya hubungan sosial yang baik, termasuk dalam FORMASI. Merujuk Waldinger, hal tersebut setidaknya didasarkan oleh tiga alasan berikut ini.

Pertama, Kesepian dapat Membunuh 

Ibu adalah ‘tempat hiburan’ paling nyaman dalam berbagai dinamika hidup. Sehingga saya sering berharap semoga FORMASI dapat menjadi ‘tempat hiburan’ bagi mahasiswa-mahasiswa Gedangsari. Alih-alih menjadi tempat traumatis, FORMASI perlu menjadi tempat yang selalu dirindukan. FORMASI menjadi tempat yang ramai penuh makna bagi mereka yang merasa kesepian di era media sosial. Menjadi tempat yang penuh empati alih-alih apatis. Tempat yang begitu menerima semua latar belakang alih-alih diskriminatif. Tempat yang begitu menghargai keunikan masing-masing alih-alih menstandardisasi. Tempat yang begitu mendengar alih-alih menghakimi. Tempat yang begitu egaliter alih-alih mendikte. Dan tempat yang begitu aman alih-alih mengobral rahasia. Poin penting yang ingin saya sampaikan, sudah sepantasnya FORMASI dibangun menjadi tempat yang menyenangkan. Sehingga mahasiswa yang menjadi anggotanya senantiasa tanpa beban dalam mengabdikan diri untuk kampung halaman.

Diskusi bersama Forum Mahasiswa Gedangsari

Untuk mewujudkan hal tersebut, FORMASI perlu dibangun atas dasar nilai-nilai kebersamaan, ketulusan, dan penghargaan terhadap perbedaan. Setiap program dan kegiatan perlu dirancang untuk menciptakan pengalaman yang bermakna, tidak hanya dalam aspek intelektual tetapi juga emosional. Dengan pendekatan yang inklusif dan berorientasi pada kebahagiaan anggotanya, FORMASI dapat menjadi ruang di mana setiap mahasiswa Gedangsari merasa didukung, dihargai, dan memiliki tempat untuk berkembang. Kehangatan dalam berinteraksi, kemauan untuk mendengar tanpa prasangka, dan keberanian untuk menerima kritik dengan rendah hati adalah kunci agar FORMASI dapat menjadi tempat yang tidak hanya dirindukan tetapi juga membentuk pribadi-pribadi yang siap memberikan dampak positif bagi kampung halamannya dengan sepenuh hati.

Kedua, Kebutuhan Hubungan Sosial yang Berkualitas 

Selain sebagai 'tempat hiburan' semata, hiburan tersebut juga perlu dipastikan berkualitas. Kualitas ini berarti bahwa sekalipun terjadi konflik, konflik tersebut dalam rangka membangun organisasi dan diselesaikan dengan penuh keadaban. Dengan begitu, perlahan-lahan setiap anggota akan merasa bahwa FORMASI bukan sekadar 'tempat hiburan', tetapi juga keluarga. Di FORMASI, setiap anggota perlu berteman lebih dari saudara, bukan sekadar formalitas organisasi. Seperti syair lagu, FORMASI menjadi harta yang paling berharga, istana yang paling indah, puisi yang paling bermakna, dan mutiara yang tiada tara.  

Dengan demikian, FORMASI bukan hanya menjadi tempat mengasah keterampilan dan mengembangkan potensi, tetapi juga tempat menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan, saling mendukung, dan menghargai perbedaan. Setiap anggota diajak untuk saling menguatkan, bukan saling melemahkan; saling membangun, bukan saling menjatuhkan. Dalam suasana seperti itu, setiap anggota akan merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk organisasi secara keseluruhan. FORMASI akan menjadi tempat yang tidak hanya menawarkan 'hiburan', tetapi juga mendewasakan, menginspirasi, dan mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang bermakna sebagaimana seorang ibu.

Ketiga, Upaya Melindungi Otak

Terkait sosok ibu, mungkin kita boleh sepakat bahwa ia adalah sosok pengingat yang sangat tajam. Sejalan dengan hal tersebut, Waldinger pun menegaskan bahwa hubungan sosial yang baik merupakan upaya yang sangat berharga dalam melindungi otak. Dalam konteks generasi hari ini, kita kerap menjumpai masalah “lupa”. Salah satu indikasi penyebabnya adalah adiksi media sosial. Generasi hari ini kerap kali lebih banyak hidup di dunia maya daripada di dunia nyata yang penuh makna. Oleh karena itu, jika FORMASI berhasil membangun hubungan sosial yang baik dalam organisasinya, sekaligus menjadi ruang kehidupan nyata yang penuh dengan kegiatan sosial, maka ia telah berkontribusi besar dalam melindungi otak para anggotanya. Khususnya bagi para mahasiswa, tentu saja hal ini akan sangat penting.

Lebih dari itu, FORMASI dapat menjadi tempat bagi para anggotanya untuk belajar menyeimbangkan antara kehidupan di dunia maya dan dunia nyata. Dengan menciptakan kegiatan yang melibatkan interaksi langsung, seperti diskusi kelompok, bakti sosial, atau bahkan sekadar santai bersama. FORMASI dapat membantu para anggotanya untuk kembali merasakan hakikat hubungan antarmanusia yang autentik. Dalam suasana seperti itu, para anggota tidak hanya menjaga kesehatan otak tetapi juga membangun keterampilan interpersonal yang akan sangat berguna di masa depan. FORMASI juga akan menjadi oase di tengah hiruk pikuk dunia digital, menawarkan pengalaman yang lebih kaya dan lebih bermakna bagi setiap anggotanya.

Teman-teman yang baik, setelah merefleksikan perjalanan FORMASI selama 5 tahun, pada akhirnya saya memetik pelajaran yang sangat berharga. Bahwa mungkin kita tidak akan mampu berjuang panjang dan mewujudkan mimpi-mimpi FORMASI jika kita tidak bahagia dan sehat. Mimpi-mimpi seperti membangun TBM di seluruh kelurahan, mendirikan lembaga beasiswa, memiliki dana abadi pendidikan, melakukan penelitian untuk pengembangan kampung halaman, dan masih banyak lagi pada akhirnya tidak akan terwujud jika kita tidak bahagia dan sehat. Oleh karena itu, menginjak usia yang ke-5 ini, sudah sepantasnya kita membangun hubungan sosial yang baik di FORMASI.

“Tidak ada waktu, hidup ini begitu singkat, untuk pertengkaran, permintaan maaf, dendam, dan tuntutan pertanggungjawaban. Yang ada hanya waktu untuk mencintai, namun itu pun sangat singkat.” –Mark Twain

Selamat Hari Jadi FORMASI ke-5. Selamat Hari Ibu.  

Kanal Muda. Mengalirkan Kehidupan.

Pos Sebelumnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url