Pembukaan Olimpiade Kanal Muda: Diskusi Kepemudaan dari Tantangan Ekonomi Sampai Lintas Budaya dan Tradisi
Para peserta olimpiade berpose dengan latar pendopo |
Kamis siang (28/9), langit baru saja menurunkan hujan. 30 lebih peserta berkumpul di Taman Dolanan Jamblang Gentong, Imogiri Bantul. Tanah masih cukup basah. Wanginya menyegarkan suasana.
Yesi, ketua panitia olimpiade Kanal Muda menyampaikan sambutannya, “Senang sekali hari ini kita bisa berkumpul di pembukaan olimpiade Kanal Muda yang diisi dengan diskusi dan refleksi bersama ini. Bertepatan juga dengan peringatan sumpah pemuda, kita telah hadirkan Dua narasumber hebat yang akan menyampaikan materinya dalam sesi ini. Perlu diingat, acara ini adalah acara yang kita selenggarakan Bersama. Kita ikuti Jjuga secara Bersama. Dan tentu saja, mari kita sukseskan Bersama-sama.
Pembukaan acara oleh Ketua Kanal Muda, Dicky |
Mayoritas organisasi jejaring Kanal Muda terlihat khidmat menghadiri sesi ini. Mereka adalah beberapa perwakilan dari Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul, Sleman, kota Yogya, dan juga Magelang. Beberapa yang lain belum bisa hadir karena beberapa alasan tertentu.
Acara dimulai tepat pukul 2 siang. Moderator membuka acara dengan mengenalkan kedua narasumber dengan topik atau pendekatan yang akan diulas. Pertama adalah Hepi Nur Widiamoko dari komite wilayah SERBUK Indonesia komite wilayah Jateng-DIY yang membawa topik pemuda dalam tantangan Pendidikan dan ekonomi. Kedua, Wahono Simbah, Dalang, Seniman dan Budayawan yang membawa topik Pemuda dalam lintasan tradisi dan budaya.
Isu-isu ketenagakerjaan berdampak pada setiap insan sehingga perlu untuk didiskusikan |
“Kontrak kerja yang singkat dari UU ini membuat pekerja tidak bisa memiliki jenjang karir pada pekerjaannya, hal ini tentu sangat merugikan pekerja dan juga calon pekerja. Pekerja muda khususnya, seperti dihambat perkembangannya karena hanya diharuskan mengerjakan sesuatu yang itu-itu saja,” Hepi mengawali ulasannya dengan memberikan analisis terhadap UU Cipta Kerja dan dampaknya bagi pekerja hari ini serta calon pekerja yang mayoritas anak muda. “Ada narasi yang berkembang mengatakan bahwa anak muda sebenarnya lebih suka pekerjaan yang fleksibel, saya belum mengecek hasil riset atau penelitian ini jika memang benar demikian, tapi menurut pengalaman saya, jika kita sudah berkeluarga dan memiliki tanggung jawab lebih, maka pekerjaan yang lebih pasti, permanen, dan terjamin, adalah hal yang sangat kita butuhkan,” lanjut Hepi.
Hepi juga menyinggung bahwa Google belum lama ini telah merilis prediksi jenis pekerjaan yang berangsur-angsur akan tergantikan oleh mesin digital seperti Artifisial Intelegence (AI), dari beberapa yang disebutkan, pekerjaan yang mengandalkan skill seperti kepemimpinan, Trainer, dan kecakapan ketrampilan yang sejenis ini terbilang yang masih cukup sulit untuk tergantikan. Oleh karenanya, penting sekali misalnya untuk di pemuda secara umum untuk berorganisasi dan di buruh atau pekerja agar berserikat. Serikat ini menjadi wadah perjuangan dan belajar untuk pekerja. Terlebih untuk pemuda, memiliki ruang pengembangan yang baik secara kolektif untuk belajar berbagai ketrampilan dan kreatifitas ini menjadi seperti keharusan. Hepi mengatakan, “Kanal Muda ini kan punya ruang yang baik itu, dan ini menjadi menarik kalau terus menerus dikembangkan, semakin bertambah anggotanya, semakin luas jangkuan jejaringnya, terus meningkatkan kegiatan pendampingan belajar gratis ke anak-anak, bahkan kalau bisa nanti sampai membuat unit produksi mandiri secara massif dan berkelanjutan.”
Peserta masih menyimak dengan khidmat sembari Hepi mengakhiri sesi awalnya. Di tengah itu, panitia konsumsi menghidangkan teh hangat, kopi, dan jajanan sederhana.
Wahono mengumandangkan tembang Asmaradhana |
“Zaman keemasan tidak mengenal malam,” pada sesinya, Wahono mengucapkan itu tepat setelah mengumandangkan tembang Asmaradhana yang masih membuat suasana diskusi terkesiap. Sebagai dalang, hal ini menjadi daya tarik tersendiri sebelum ia memaparkan topik tentang Pemuda dalam lintasan tradisi dan budaya.
Masih dengan ketenangannya yang khas, Wahono melanjutkan, “Zaman akan terus berputar dalam suatu siklus. Ketika suatu zaman mengalami sebuah kehancuran besar maka pasti akan muncul zaman keemasan. Setiap manusia adalah emas, jangan pernah membuat diri kita menjadi sesuatu yang tidak berharga.”
Topik yang diulas Wahono cukup kompleks. Dan ini menyenangkan. Ia memaparkan pendekatan kekinian dan lampau secara runut. Ia membahas kisah pewayangan sampai Capital Symboilc Pierre Boerdieu. Pengalamannya sebagai dalang yang kerap menghadiri acara di berbagai belahan dunia dan pengajar di berbagai universitas membuat pendekatan yang digunakannya nyaris lengkap. Ia menyoroti tradisi Midhang di jawa sebagai Pendidikan yang baik untuk anak sejak dini. Midhang sendiri bisa diartikan tradisi orang tua mengajak anaknya yang masih kecil untuk ke pasar dan berbagai tempat lain untuk melihat bagaimana kenyataan dan kehidupan berjalan. Ia kemudian juga tak lupa menjelaskan bahwa dari berbagai khazanah kebudayaan nusantara lampau ada penanda yang bisa kita gunakan untuk melihat situasi hari ini, bahkan ke depan.
Berkali-kali Wahono menegaskan untuk anak muda terus giat belajar dan membangun kualitas diri agar memiliki Bargaining Position. Anak muda harus menemukan potensi dirinya yang terbaik. Konsep Nerimo ing pandum itu jangan hanya diartikan sebagai kepasrahan semata, namun itu adalah anugrah atau kelebihan yang diberikan Tuhan untuk kita agar bisa lebih dioptimalkan. Semua orang mendapatkan keistimewaan atau kelebihan itu, tinggal bagaimana kita bisa menemukannya dan terus memperjuangkan itu.
Peserta mengikuti diskusi dengan khidmat |
Tidak terasa Dua jam berlalu dengan suasana yang penuh dengan tingkat antusias yang tinggi. Pertanyaan atau respon dari peserta juga cukup berjalan interaktif. Di akhir sesi, satu pertanyaan dari peserta menjadi penutup dari jalannya diskusi.
“Bagaimana kedua narasumber masih mampu bertahan dengan apa yang diyakininyadan tetap konsisten dijalani?”
Wahono menjawab, “Saya harus mencapai apa yang saya inginkan, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Jika Ingin membantu orang-orang sekitar, saya harus kuat dan sukses. Kepekaan batin dan sosial menjadi dasar. Sehingga menjadi cerdas, menjadi sukses, adalah sebuah kewajiban. Dan itu harus didasari oleh budi pekerti yang baik.”
Sementara Hepi menjawab, “Saya merasa bukan orang yang baik, beberapa teman saya dulu juga beberapa kali menanyakan hal yang serupa, tentang mengapa masih bertahan dengan, sebutlah, perjuangan dan lain sebagainya itu. Menurut saya, hal-hal baik yang dilakukan adalah sebuah kewajaran saja, harusnya kewajaran umat manusia memang melakukan itu. Dan itu bukan sesuatu yang istimewa.”
Dengan slogan 'Mengalirkan Sportivitas', pergelaran Olimpiade Kanal Muda dimulai |
Diskusi dan refleksi kemudian ditutup dengan seremoni penanaman pohon yang diiringi oleh tembang dari Wahono. Langit berangsur menggelap. Kami merasa mendapatkan secercah tekad untuk lebih giat lagi meningkatkan semangat kolektifitas, lebih giat belajar, dan tentu saja, seperti motto olimpiade Kanal Muda kali ini, mengalirkan sportifitas. Dan itu tentu saja dilakukan dengan bersama-sama. (Mh)
Kanal Muda. Mengalirkan Kehidupan.